International Air Transport Association (IATA) mengumumkan, mereka tidak mendukung aturan jaga jarak sosial (social distancing) yang akan membuat kursi tengah pesawat kosong. Kendati demikian, mengutip Japan Today, Minggu (10/5/2020), mereka mendukung penggunaan masker oleh penumpang dan kru pesawat. Bukti yang ada menunjukkan penumpang dan kru pesawat yang menggunakan masker akan mengurangi risiko penularan di pesawat yang sudah rendah.

Sementara langkah jaga jarak sosial di pesawat akan meningkatkan biaya perjalanan udara. Hal inilah yang tengah dihindari. "Keamanan kru dan penumpang merupakan yang paling penting. Industri penerbangan tengah bekerja dengan pemerintah untuk memulai kembali penerbangan saat hal itu bisa dilakukan secara aman," kata Director General dan CEO untuk IATA, Alexandre de Juniac, mengutip Japan Today. “Bukti menunjukkan, risiko penularan di pesawat rendah. Kami akan mengambil langkah langkah seperti penggunaan masker bagi penumpang, dan masker bagi kru pesawat untuk menambahkan lapisan perlindungan,” lanjutnya.

Juniac juga menuturkan, mereka harus mendapatkan solusi yang memberi penumpang rasa percaya untuk terbang kembali, dan menjaga agar biaya penerbangan tetap terjangkau. Menurutnya, jika hanya satu dari kedua hal tersebut yang terjadi, maka yang terjadi tidak akan memiliki manfaat jangka panjang. Selain masker, IATA juga menyarankan beberapa hal untuk dilakukan yaitu sebagai berikut:

Prosedur katering yang lebih sederhana. Pergerakan kru pesawat dan interaksi dengan penumpang dikurangi. “Lingkungan kabin secara alami membuat penularan virus sulit karena berbagai macam alasan. Ini membantu menjelaskan mengapa kami melihat sedikit sekali adanya transmisi dalam penerbangan,” kata Juniac. Dia juga menuturkan, dalam jangka waktu dekat, tujuan mereka adalah membuat lingkungan kabin lebih aman dengan langkah langkah yang efektif agar penumpang dan kru bisa kembali melakukan perjalanan dengan percaya diri. Screening(suhu tubuh),penutup wajah, dan masker merupakan beberapa dari banyak tindakan yang direkomendasikan IATA. Namun mereka tidak merekomendasikan pengosongan kursi tengah.

Survei informal IATA terhadap 18 maskapai penerbangan besar pada Januari – Maret 2020 hanya mengidentifikasi tiga cara dugaan transmisi virus corona saja. Semuanya berasal dari penumpang ke kru. Sementara empat cara lain merupakan laporan transmisi jelas dari pilot ke pilot yang bisa saja terjadi saat sebelum, dalam, atau sesudah penerbangan termasuk saat pemberhentian en route (layover). Tidak ada perumpamaan dugaan transmisi virus corona dari penumpang ke penumpang.

Pemeriksaan yang lebih terperinci oleh IATA dalam pelacakan kontak 1.100 penumpang dalam periode yang sama. Para penumpang tersebut terkonfirmasi virus corona setelah melakukan perjalanan udara. Namun, pemeriksaan tersebut juga tidak menemukan transmisi sekunder di antara lebih dari 100.000 penumpang dalam penerbangan yang sama. Hanya dua kemungkinan kasus yang ditemukan di antara anggota kru. Terdapat beberapa alasan yang masuk akal mengapa virus corona yang terutama disebarkan melalui tetesan pernapasan (droplet respitory) tidak menghasilkan transmisi dalam pesawat yang lebih banyak.

Ada juga alasan mengapa perjalanan udara berbeda dengan moda transportasi umum lainnya yaitu sebagai berikut: Filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) dalam pesawat modern membersihkan udara kabin menjadi seperti kualitas dalam ruang operasi di rumah sakit. Filter tersebut juga selanjutnya dibantu dengan sirkulasi udara segar yang tinggi. Terkait kursi tengah yang dikosongkan, jika dilakukan, hal tersebut tidak akan mencapai pemisahan yang direkomendasikan untuk jaga jarak sosial yang efektif.

Sebab, sebagian besar otoritas merekomendasikan jarak 1–2 meter, sementara jarak rata rata kursi pesawat kurang dari 50 cm. “Kami membutuhkan vaksin, paspor imunitas, atau tes Covid 19 efektif yang bisa diberikan dalam skala yang besar. Semua hal itu sangat menjanjikan. Namun, tidak ada yang akan direalisasikan sebelum kami harus memulai kembali industri penerbangan,” kata Juniac. “Maka dari itu, kami harus siap dengan beberapa langkah. Kombinasi yang akan mengurangi risiko penularan dalam pesawat yang sudah rendah," lanjutnya.

Seruan akan langkah jaga jarak sosial dalam pesawat disebut akan menggeser ekonomi penerbangan dengan memotong faktor muatan maksimum menjadi 62 persen. Hal tersebut berada jauh di bawah rata rata yaitu 77 persen. Dengan sedikitnya kursi yang dijual, biaya akan meningkat dengan tajam. Dibandingkan dengan tahun 2019, tarif pesawat harus naik secara dramatis hanya untuk menutup biaya. Tarif naik antara 43–54 persen tergantung wilayah.

“Maskapai penerbangan berjuang untuk kelangsungan hidup mereka. Menghilangkan kursi tengah akan meningkatkan biaya. Jika itu bisa diimbangi dengan tarif yang lebih tinggi, maka era perjalanan dengan biaya terjangkau akan selesai,” kata Juniac. “Di sisi lain, apabila maskapai tidak bisa menutup biaya dengan tarif yang lebih tinggi, maka maskapai akan bangkrut,” lanjutnya. Juniac menuturkan, tidak ada pilihan yang baik saat dunia akan membutuhkan konektivitas yang kuat untuk membantu dalam pemulihan ekonomi setelah dihancurkan oleh virus corona.