Akhir akhir ini media sosial diramaikan dengan curhat seorang istri yang rumah tangganya menjadi goyah setelah sang suami berselingkuh dengan perempuan lain. Padahal, pernikahan mereka sudah berjalan 9 tahun dan telah dikarunia dua buah hati. Lantas, apa saja faktor penyebab terjadinya perselingkuhan?

Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hudaniah, mengungkapkan ada sejumlah penafsiran mengenai selingkuh. Seperti selingkuh hati, menjalin hubungan, maupun selingkuh secara fisik. "Adanya keterlibatan emosi antara satu orang dengan orang lain yang bukan pasangan," imbuhnya.

Di era perkembangan teknologi komunikasi saat ini, Hudan menilai media sosial berperan besar dalam perselingkuhan. "Media sosial, media komunikasi membuat peluang untuk awal terjadinya ketidaksetiaan terhadap pasangan menjadi terbuka lebar," ungkapnya. Hudan mencontohkan, awal perselingkuhan bisa terjadi saat pertemuan langsung yang dilanjutkan melalui media sosial.

"Misalnya melalui tadinya semacam reuni, berlanjut di media sosial, kemudian bertemu secara fisik, bahkan mungkin sampai ada ketertarikan dan hubungan seksual," ungkap Hudan. Selain itu fenomena lain perselingkuhan lain yang dijumpai Hudan adalah adanya relasi kerja. "Rekan kerja sekantor, rekan bisnis, itu juga menimbulkan peluang," ungkap Hudan.

Hudan mengungkapkan ada orang yang bangga ketika merasa disukai banyak orang. "Ada rasa bangga ketika dia merasa dicintai banyak orang, merasa disukai banyak orang, merasa harga dirinya meningkat," ujarnya. Bahkan perasaan ini bisa semakin meningkat ketika sudah berpasangan.

"Apalagi mungkin baik laki laki atau perempuan sudah menikah masih ada orang lain yang menyukai, akan merasa bangga," ungkap Hudan. Menurut Hudan, ada sebuah kepuasan perkawinan yang dirasakan setiap pasangan. "Itu sifatnya subyektif, setiap orang merasakan dalam perkawinan itu mendapatkan kebahagiaan, ketentraman, yang ia tidak dapatkan secara sendiri," ujarnya.

Namun di dalam perjalanannya, tidak ada satu hubungan yang sempurna. "Kalau kita lihat pasangan tampak harmonis, itu sulit dicapai, sekian persen pasti ada celah yang bisa membuat seseorang dimanfaatkan oleh pihak lain," ucapnya. Hudan menilai jika celah ini tidak dapat tercover, maka berpeluang terjadi perselingkuhan.

Sementara itu Hudan juga menyebut curhat kepada lawan jenis yang bukan bagian dari keluarga dapat berisiko perselingkuhan. "Lawan jenis dianggapnya memahami, padahal itu hanya karena orang itu tidak berada dalam konflik (dengan pasangan)," ujarnya. Menurut Hudan, orang lain yang dituju sebagai tempat curhat nampak lebih memahami.

"Orang lain nampak lebih hijau, lebih bisa memahami, padahal itu karena mereka bukan yang sedang bekonflik," ungkapnya. Hudan menilai upaya curhat seperti ini justru bisa berujung perselingkuhan. "Jadi ada pemenuhan emosional dari orang lain, ada alternatif lain ke pihak lain ketika ada permasalahan dengan pasangan," ujarnya.

Menurut Hudan, sebisa mungkin pasangan menyelesaikan sendiri konflik yang terjadi tanpa melibatkan orang lain. "Sebisa mungkin ya diselesaikan pasangan sendiri, namun kadang kala membutuhkan mediator," ungkapnya. Ketika mediator dibutuhkan, Hudan menyarankan mencari mediator dari pihak keluarga.

"Kalau ada keluarga yang dinilai bijak, yang tidak memihak, bisa disampaikan," ujarnya. Namun apabila merasa segan untuk curhat dengan anggota keluarga, dapat menggunakan pihak lain yang profesional. "Bisa ke ahli agama, atau tenaga profesional semacam penasihat perkawinan," ungkap Hudan.

Namun jika terpaksa curhat kepada orang di luar keluarga, maka harus memilih teman sesama jenis. "Misalkan teman ya yang sesama jenis," ucapnya. Biasanya, menurut Hudan, curhat akan lebih banyak menyampaikan sisi jelek pasangan.

"Padahal sementara memutuskan untuk menikah tentu disertai ada pertimbangan, ada positif ada negatif," ungkapnya. Menurut Hudan, bila ada rambu rambu yang agak mengkhawatirkan saat curhat, lebih baik curhat kepada tenaga profesional. "Para pelaku perselingkuhan ini bisa jadi merupakan orang orang yang insecure, yang secara psikologis tidak aman," ungkapnya.

"Yang masih membutuhkan sekali pengakuan dari orang lain, padahal sudah memiliki pasangan sudah memiliki keluarga," imbuhnya.